"Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."
Mg Adven I : Yes 2:1-5; Rm 13:11-14a; Mat 24:37-44
Menghadapi
apa saja yang baru pada umumnya orang bergairah dan penuh pengharapan.
Pasangan suami-isteri yang baru saja saling berjanji untuk hidup bersama
kiranya memiliki segudang harapan, antara lain semakin saling mengasihi
serta kelahiran anak sebagai anugerah Tuhan; pelajar atau mahasiswa
baru berhadap sukses dalam belajar, pegawai baru berharap sukses di
dalam kerja, pejabat baru berharap sukses dalam melayani, dst… Hari ini
kita memasuki Tahun Baru Liturgi, masa Adven, dimana kurang lebih empat
minggu kita diajak mempersiapkan diri dalam rangka menyambut kedatangan
atau kelahiran Penyelamat Dunia, Allah yang memenuhi janjiNya untuk
memperbaharui dunia seisinya. Memasuki Tahun Baru Liturgi ini kita
diharapkan bergairah dan penuh pengharapan, sebagaimana dipesankan dalam
Warta Gembira hari ini, maka baiklah kita renungkan pesan tersebut.
"Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (Mat 24:44)
Kedatangan
Anak Manusia kiranya dapat diartikan 'Hari Kelahiran Penyelamat Dunia'
alias pesta Natal atau saat kita dipanggil Tuhan alias meninggal dunia.
Hari pesta Natal kiranya dapat kita duga karena telah ditentukan jauh
sebelumnya, namun kapan kita dipanggil Tuhan alias meninggal dunia
kiranya sebagai umat beriman kita tidak tahu, maka baiklah 'kedatangan
Anak Manusia' kita fahami ketika kita dipanggil Tuhan. Maka marilah kita
senantiasa dalam keadaan siap sedia untuk dipanggil Tuhan serta
berharap hidup mulia selama-lamanya di sorga.
Orang
yang 'siap sedia' pada umumnya dalam keadaan sehat wal'afiat, segar
bugar baik secara jasmani maupun rohani, phisik maupun spiritual,
menarik, mempesona dan memikat. Orang yang 'siap sedia' juga dalam
keadaan bersih alias suci serta dengan jiwa besar dan hati rela
berkorban untuk mempersembahkan diri terhadap panggilan Tuhan dalam
pelayanan kepada sesamanya. Maka marilah memasuki masa
Adven ini kita mawas diri sejauh mana kita dalam keadaan siap siaga atau
siap sedia untuk menanggapi panggilan Tuhan, entah itu berarti
meninggal dunia atau melakukan sesuatu sesuai dengan kehendakNya.
Sebagai bantuan untuk mawas diri saya angkat beberapa hal sebagai
berikut:
· Panggilan
sebagai ciptaan Tuhan: kita diciptakan oleh Tuhan sebagai gambar atau
citraNya, artinya melalui cara hidup dan cara bertindak kita orang dapat
melihat Tuhan yang hidup dan berkarya. Sebagai gambar atau citra Tuhan
kita senantiasa melakukan apa yang baik dan menyelamatkan, lebih-lebih
dan terutama bagi kebaikan atau keselamatan jiwa, dengan demikian
semakin tambah usia atau berpengalaman dalam hidup berarti kita semakin
beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui
cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.
· Panggilan
sebagai orang yang telah dibaptis atau beriman kepada Yesus Kristus:
ketika dibaptis kita berjanji untuk hanya mau mengabdi Tuhan saja serta
menolak semua godaan setan, dengan kata lain kita berjanji untuk hidup baik dan berbudi pekerti luhur, meneladan cara hidup dan cara bertindak
Yesus serta melaksanakan sabda-sabdaNya. Cara hidup dan cara bertindak
kita seperti yang dihayati oleh jemaat purba, yaitu bahwa "kumpulan
orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak
seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah
miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang
kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang
melimpah-limpah" (Kis 4:32-33).
Dari
dua jati diri kita masing-masing tersebut baiklah kita sungguh mawas
diri dan jika kita belum atau tidak setia pada panggilan kita baiklah
kita mempersiapkan diri untuk mohon kasih pengampunan Tuhan dengan
menerima Sakramen Tobat sebelum mengenangkan kedatangan Tuhan,
Penyelamat Dunia, di hari Natal yang akan datang.
"Hari
sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita
menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan
senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang
hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan
hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati" (Rm 13: 12-13)
Sapaan
atau peringatan Paulus kepada di Roma di atas ini kiranya baik menjadi
permenungan atau refleksi kita dalam memasuki Adven atau Tahun Baru
Liturgi. Kita diingatkan untuk 'meninggalkan perbuatan-perbuatan
kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang: hidup sopan,
jangan dalam pesta pora dan kemabukan, percabulan, hawa nafsu,
perselisihan dan iri hati". Maka baiklah secara sederhana saya kembangkan peringatan Paulus tersebut sebagai bantuan untuk mawas diri bagi kita semua:
· Meninggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan. Berbagai
bentuk perbuatan kegelapan yang harus kita tinggalkan dengan jelas
dikatakan oleh Paulus, yaitu: pesta pora, kemabukan, percabulan,
perselisihan dan iri hati. Berbagai bencana alam telah menimbulkan
penderitaan bagi banyak orang di negeri kita ini, maka ajakan untuk
tidak berpesta pora serta bermabuk-mabukan kiranya sungguh mendesak dan up to date untuk
kita hayati dan sebar-luaskan dalam kehidupan bersama kita masa kini.
Kami berharap para pejabat, petinggi atau orang-orang kaya dapat menjadi
teladan dalam meninggalkan pesta pora dan mabuk-mabukan di masa adven
ini. Perbuatan cabul rasanya sungguh marak terjadi di sana-sini, entah
itu dilakukan secara pribadi atau dengan orang lain, karena dorongan
nafsu seksual yang tak terkendalikan. Hendaknya para orangtua serta
pendidik atau guru dapat menjadi teladan dalam meninggalkan perbuatan
cabul bagi anak-anak atau para peserta didik. Perbuatan iri hati yang
berkembang menjadi perselisihan kiranya juga masih marak di sana-sini,
entah itu terjadi secara pribadi atau kelompok/golongan/organisasi. Iri
hati memang dapat mengarah ke kematian, maka baiklah kita tinggalkan
aneka bentuk iri hati dalam diri kita masing-masing.
· Mengenakan perlengkapan senjata perang. Perlengkapan
senjata perang yang diingatkan oleh Paulus adalah hidup sopan. Sopan
antara lain berarti menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak
menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk berdosa atau melakukan
kejahatan, dengan kata lain sopan berarti menghargai dan menjunjung
tinggi harkat martabat manusia alias tidak melecehkan atau merendahkan
yang lain. Cara berpakaian sopan merupakan salah satu bentuk penghayatan
yang kiranya baik kita hayati, maka kami berharap hendaknya jangan
berpakaian sedemikian rupa sehingga merangsang oleh lain untuk
berpikiran jahat serta kemudian melakukan kejahatan. Berkata-kata
sopan juga merupakan cara hidup yang baik kita lakukan. Cara berpakaian
maupun berkata-kata hemat saya mencerminkan pribadi orang yang
bersangkutan alias cermin dari hati, apa yang menjadi perhatian dalam
hidupnya. Sopan santun hendaknya sedini mungkin dididikkan atau
dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari
orangtua serta kemudian dikembangkan dan diperdalam di sekolah-sekolah.
"Aku
bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah
TUHAN." Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem.
ke mana suku-suku berziarah, yakni suku-suku TUHAN, untuk bersyukur
kepada nama TUHAN sesuai dengan peraturan bagi Israel.
Sebab di sanalah ditaruh kursi-kursi pengadilan, kursi-kursi milik
keluarga raja Daud. Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem: "Biarlah
orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa. Biarlah kesejahteraan ada
di lingkungan tembokmu, dan sentosa di dalam purimu!" (Mzm 122:1-2.4-7)
by:http://renunganimankatolik.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.