"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"
Mg Adven II : Yes 11:1-10; Rm 15:4-9; Mat 3:1-12
Menjelang
ulangan umum atau ujian pada umumnya para pelajar atau mahasiswa
sungguh giat belajar, dengan harapan sukses dalam ulangan umum atau
ujian. Hal yang sama juga terjadi pada mereka yang akan menikah:
berbagai persiapan diadakan, entah untuk upacara pernikahan atau pesta
pernikahan. Dalam persiapan pernikahan yang tak kalah penting adalah
mempersiapkan undangan: siapa saja yang akan diundang. Dalam
mempersiapkan nama-nama yang akan diundang hadir dalam upacara maupun
pesta pernikahan pada umumnya orang membuka hati, jiwa, akal budi dan
tenaga/kekuatannya untuk mengingat-ingat atau mengenangkan nama-nama,
sahabat dan handai taulan yang akan diundang. Dengan kata lain suasana
'menjelang' pada umumnya orang berusaha 'membersihkan diri dan
lingkungan hidupnya': bersih diri dan lingkungan. Masa adven juga masa
'pembersihan diri dan lingkungan' alias pertobatan atau pembaharuan
diri, maka marilah kita mawas diri sejauh mana kita melaksanakan
pertobatan atau pembaharuan diri.
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Mat 3:2)
"Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan"
(Yoh 3:8), demikian kutipan seruan Yohanes Pembaptis kepada orang-orang
Farisi dan Saduki, yang minta dibaptis. Pembaptisan juga berarti
pertobatan atau pembaharuan hidup, dibaptis berarti menerima anugerah
atau rahmat Allah untuk meninggalkan cara hidup lama yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah dan kemudian memeluk hidup baru sesuai dengan
kehendak Allah. Dalam pembaptisan kita berjanji "hanya mau mengabdi Tuhan Allah saja serta menolak semua godaan setan", maka baiklah di masa adven ini kita mawas diri perihal penghayatan rahmat atau janji baptis tersebut. Apakah rahmat atau anugerah pembaptisan yang telah kita terima menghasilkan buah-buah sebagaimana diharapkan:
1) Menolak semua godaan setan. Godaan setan pada umumnya menggejala dalam rayuan atau tawaran harta benda/uang, kedudukan/jabatan dan kehormatan duniawi. Cukup
banyak orang jatuh karena godaan-godaan ini, sehingga yang bersangkutan
tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusannya; bahkan jika
dicermati sementara tokoh agama pun (imam, bruder, suster, para anggota
dewan paroki dst..) mengikuti godaan tersebut. Mereka hanyut dalam usaha
dan kerja keras untuk membangun kerajaannya sendiri, bukan Kerajaan
Allah.
Memang
secara konkret dalam pelaksanaan tugas atau penghayatan panggilan kita
tak akan terlepas dari urusan harta benda/uang, kedudukan/jabatan atau
kehormatan duniawi, dengan kata lain kita tak mungkin menolak 100%. Kita
terima dan hayati harta benda/uang, kedudukan/jabatan dan kehormatan
duniawi sebagai sarana atau wahana menyucikan diri, mendukung
penghayatan iman dan panggilan kita masing-masing. .Dengan kata lain
semakin kaya akan harta benda atau uang, berkedudukan dan terhormat
secara duniawi, hendaknya juga semakin beriman, semakin mempersembahkan
diri seutuhnya kepada Tuhan, hidup dan bertindak dijiwai oleh syukur dan
terima kasih. Selanjutnya syukur dan terima kasih tersebut kita
wujudkan dalam pelayanan kepada sesama atau pengabdian kepada Tuhan
melalui saudara-saudari kita.
2) Hanya mau mengabdi Tuhan Allah saja. "Manusia diciptakan untuk mengabdi, menghormati dan memuliakan Tuhan Allah", demikian kutipan dari
Arah Dasar Latihan Rohani St.Ignatius Loyola. Ajakan ini kiranya dapat
kita wujudkan sebagai sesama manusia saling mengabdi, menghormati dan
memuliakan dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain kita dipanggil
untuk saling menjunjung tinggi harkat martabat manusia di dalam hidup
sehari-hari. Untuk itu hendaknya kita menjauhkan diri dari aneka macam
bentuk pelecehan terhadap harkat martabat manusia seperti membenci,
memarahi, memperkosa dst.. Secara khusus kami ingatkan dalam relasi
antara laki-laki dan perempuan, entah yang belum berkeluarga atau sudah
berkeluarga sebagai suami-isteri: hendaknya tidak terjadi pemerkosaan
dalam hubungan seksual. Hendaknya jangan menjadi hamba nafsu seksual
yang tak terkendalikan, sebagaimana masih marak dalam relasi antara
laki-laki dan perempuan masa kini.
"Semoga
Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan
kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga
dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan
kita, Yesus Kristus " (Rm 15:5-6)
Kutipan
dari surat Paulus kepada umat di Roma di atas ini kiranya baik untuk
kita renungkan atau refleksikan. Sebagai orang beriman kita diingatkan
untuk dengan tekun saling menghibur, membangun dan memperdalam kerukunan
serta memuliakan Allah dalam hidup sehari-hari. Kerukunan atau hidup
dalam persaudaraan atau persahabatan sejati antar kita, umat manusia,
sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan
sebarluaskan masa kini, mengingat masih maraknya permusuhan dan tawuran
di sana-sini yang mengakibatkan penderitaan manusia, bahkan juga ada
korban yang meninggal dunia.
Dalam
membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati ini,
pertama-tama saya mengajak para suami-isteri untuk mawas diri serta
dapat menjadi teladan atau saksi, mengingat anda berdua pernah berjanji
untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun
sakit sampai mati. Saya percaya bahwa anda sebagai suami-isteri saling
mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan
segenap tubuh, yang antara lain anda menghayati saling mengasihi
tersebut dalam persetubuhan/hubungan seksual, yang ada kemungkinan
berbuah kasih, seorang anak, sebagai anugerah Tuhan. selanjutnya kami
mengingatkan kita semua bahwa masing-masing dari kita adalah buah kasih,
atau yang terkasih, dapat hidup, tumbuh dan berkembang seperti saat ini
hanya karena dan oleh kasih. Karena masing-masing dari kita adalah yang
terkasih atau buah kasih, maka bertemu dengan siapapun berarti yang
terrkasih bertemu dengan yang terkasih dan dengan demikian otomatis
saling mengasihi, membangun dan memperdalam persaudaraan atau
persahabatan yang sejati. Hidup dalam persaudaraan atau persahabatan
sejati pasti saling menghibur dan membahagiakan.
Kita semua juga dipanggil untuk dengan satu hati dan satu suara memuliakan Allah, artinya
yang termulia dalam kebersamaan kita adalah Allah dan kita semua
sama-sama hamba atau pelayan: sebagai sesama manusia kita hidup dan
bertindak saling melayani. Berrefleksi perihal 'melayani' baiklah kita
melihat dan mengamati apa yang dihayati oleh seorang pelayan yang baik
di dalam keluarga atau komunitas. Ingat pelayan yang tidak baik pada
umumnya langsung dipecat tanpa pesangon, yang bersangkutan tidak layak
menjadi pelayan. Berkali-kali saya angkat perihal cirikhas pelayan atau
pembantu rumah tangga yang baik antara lain: sederhana, tanggap, peka
terhadap kebutuhan orang lain atau yang dilayani, tidak pernah mengeluh
atau marah, membahagiakan, dst… Ciri-ciri pelayan yang baik inilah yang
hendaknya juga kita hayati dalam hidup saling melayani. Tidak pernah
mengeluh dan marah inilah yang kiranya baik kita hayati dan
sebarluaskan. Orang yang mudah mengeluh dan marah pada umumnya hanya
mengikuti selera pribadi, sedangkan yang tidak pernah mengeluh atau
marah adalah orang yang setia pada panggilan dan tugas pengutusan dalam
keadaan dan situasi apapun serta dimanapun.
"Ya
Allah, berikanlah hukum-Mu kepada raja dan keadilan-Mu kepada putera
raja!Kiranya ia mengadili umat-Mu dengan keadilan dan orang-orang-Mu
yang tertindas dengan hukum! Kiranya keadilan berkembang dalam zamannya
dan damai sejahtera berlimpah, sampai tidak ada lagi bulan! Kiranya ia memerintah dari laut ke laut, dari sungai Efrat sampai ke ujung bumi!"
(Mzm 72:1-2.7-8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.